Judul : Bumi Manusia
Diterbitkan dan diluaskan oleh : Lentera Dipantara
Pengarang :
Ananta Toer
Jumlah halaman : 535 lembar
Tahun pertama terbit : 1980
Desain sampul : Nadia
Editor : Astuti Ananta Toer
ISBN : 979-97312-3-2
Panjang dan lebar buku :
13 cm dan 20 cm
Cetakan : Cetakan
Ketujuh, Februari 2001
|
Ananta Toer |
======================================================
Sebuah Novel yang menyajikan kisah berlatar
pada akhir abad 19 menjelang abad 20, memuat tentang keadaan sosial pada saat
itu dengan segala permasalahan yang ada. Keadaan masyarakat pada masa
pemerintahan Hindia Belanda ia gambarkan dengan begitu jelas. Berbagai
permasalahan dipaparkan dengan jelas. Dalam tulisannya sendiri ia mengisahkan
tentang kisah cinta antara seorang pribumi dengan gadis Indo keturunan Belanda.
Minke adalah tokoh utama dalam novel ini. Meski
itu hanya nama julukan dari kata monkey tapi dia tak peduli, bahkan mana itu
lebih terkenal dari nama aslinya. Minke bukanlah dari keluarga miskin, terbukti
dia bersekolah di HBS, sekolah pada masa itu yang diperuntukkan bagi mereka
yang berduit. Sementara yang pas-pasan hanya mengenyam pendidikan Sekolah Ongko
Loro. Perlakuan penjajah terhadap anak pribumi dan anak Indonesia mengusik
hatinya. Dia telah mengalami sendiri ketika masuk sekolah pertama kali, pakaian
eropanya harus diganti dengan pakaian tradisional atau disebut beskap (bahasa
Jawa). Baju yang dipakai seseorang menunjukkan status sosial orang tersebut.
Minke ingin mendobrak streotype lama dengan yang baru. seorang pribumi yang
mempunyai pola pikir seperti seorang Eropa, ia memang bukanlah keturunan
pribumi biasa, dalam darahnya masih mengalir darah para raja jawa. sebab itu
juga, pada akhirnyat dirinya sendiri sudah hampir bukan seorang jawa lagi,
hanya tubuhnya saja yang jawa tetapi semua pandangannya tentang hidup sudah
benar-benar seperti pandangan seorang Eropa, suatu hal yang tidak biasa pada
zamannya. Ia adalah pemuda yang cerdas, penyuka sastra, berbeda dengan pemuda
lainnya pada zamannya. Oleh Robert Suurhof, temannya. Minke bertemu dengan keluarga
Mallema.
Yang paling penting dalam
novel ini adalah perkenalannya dengan Annelis Mellema, gadis yang begitu
cantik, yang kecantikannya disebut-sebut melebihi kecantikan dari pada Ratu
Nederland pada saat itu, Ratu Wilhelma. Ia merupakan putri dari seorang “Nyai”,
bukan seorang Nyai biasa, bukan hanya seorang gundik yang seringkali dianggap
menjijikan. Ia merupakan putri dari seorang ibu yang luar biasa, seorang ibu
yang begitu mampu mengurusi banyak pekerjaan termasuk Boerderij Boeitenzorg
setelah Tuan Mellema, tuannya, suami tidak sahnya, berubah menjadi “orang gila”
orang yang sudah tidak peduli pada apapun disekelilingnya.
Dari kehidupannya yang sering berjumpa dengan Indo
membuat pergaulannya lebih luas. Satu hari dia berjumpa dengan Annelis Mellema,
seorang gadis indo anak dari Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh (seorang
pribumi). Annelis adalah gadis pekerja keras. Dia mewarisi keuletan ibunya yang
meskipun seorang yang tak mengenyam pendidikan formal akan tetapi dia cepat
belajar dari suaminya sehingga dia mampu meneruskan mengelola bisnis keluarga
Mellema. Sosok Sanikem atau Nyai Ontosoroh yang keras perwatakannya tak luput
dari pengalaman hidupnya yang getir. Orang tuanya menyerahkan dia kepada
seorang totok Belanda yang tak dia kenal untuk menjadi nyai (istilah saat itu
untuk menyebut simpanan).
Sanikem
seperti terlempar ke dunia asing yang harus dimasukinya dan dia harus berjuang
sendirian. Suatu potret sosial masyarakat yang sangat miskin moralnya sehingga
menjual anaknya kepada orang kaya yang akan mengirimi uang dan segala kebutuhan
mereka. Pengalaman hidupnya membuat wataknya menjadi keras demikian juga
didikan kepada anak-anaknya. Dia mempunyai dua orang anak, Annelis dan Robert.
Pekerja keras rupanya ditunjukkan oleh karakter Annelis. Ditemani
beberapa karyawan dan pengawal yang konon menyeramkan, Darsam namanya. Annelis
lebih memilih untuk menjadi seorang pribumi seperti ibunya, walaupun ayahnya
merupakan seorang belanda, gadis ini begitu manja pada mamanya, sikapnya begitu
manis. Sangat bertolak belakang dengan sikap Robert, abangnya. Robert Mellema
merasa bahwa dirinya seorang Belanda tulen dan ia pun tidak menganggap Nyai
sebagai ibunya, ia sangat mengagumi ayahnya walaupun Ayahnya sendiri sudah tak
perduli apapun lagi termasuk dirinya.
Minke akhirnya menikah dengan Annelis. Dia
menerima Annelis dengan segala kekurangannya. Hingga pada satu hari datanglah
seorang Belanda bernama Maurits Mellema. Dia mengaku sebagai anak sah dari
Herman Mellema di Nederland. Dia meminta seluruh hak dan kekayaan ayahnya yang
membuat ayahnya frustasi dan lari ke minuman keras sampai mati. Herman Mellema
mempunyai anak dan istri di negara asalnya, akan tetapi dia menikah dengan
wanita pribumi dan mempunyai anak pula.
Dari
pengadilan diputuskan bahwa perkawinan Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema
tidak sah berikut perkawinan Minke dan Annelis. Pengadilan memutuskan bahwa
seluruh harta dan kekayaannya jatuh ke tangan Maurits Mellema. Sistem
pengadilan saat itu tidak memberikan kesempatan pribumi membela diri. Maka
Annelis Mellema harus di bawa Maurits ke Belanda. Pada saat itu Annelis jatuh
sakit, akan tetapi hukum yang berlaku telah memaksanya dan memisahkannya dari
ibu kandungnya dan suaminya. Sungguh ironis, orang asli yang punya negara tidak
bisa berbuat apa-apa. Hukum yang berkuasa memutuskan hubungan ibu dan anak,
suami dan istri. Hukum butan manusia yang semena-mena dan lunturnya kemanusiaan
yang menyentuh sampai di dasar hati. Novel satire ini menggambarkan
carut-marutnya bumi yang dihuni oleh makhluk bernama manusia.
Menurut
saya, novel yang saya baca cukup bagus sekaligus serius karena dapat memetik
beberapa amanat – amanat yang dapat dipetik dari novel tersebut. Ya misalnya bahwa hidup adalah perjuangan dimana kekuatan jiwa
bertarung dengan segala kemampuan dan ketidak mampuan dan amanat yang kedua
adalah wanita haruslah memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Novel
ini memiliki sudut pandang orang pertama sebagai orang pertama tunggal sebagai
pengganti kata “aku”.